Hujan di Bulan Desember [4]

Terdengar deruan nafas yang memburu pada sudut ruangan tempat Aletha dirawat.Matanya was - was menangkap segala yang terdapat pada rawat inap tersebut pada sudut ruangan terdapat vas bunga besar yang berisi bunga lili yang wanginya dapat menjamu siapa saja yang berada pada ruangan tersebut.

Terdapat seorang laki - laki yang sedari menatapnya dengan tatapan yang sama semenjak ia pertama kali menginjakkan kaki di ruangan ini. Itu Arvino sahabatnya..
Oh? Apakah mereka masih pantas disebut sebagai sahabat semenjak kejadian yang menimpa mereka?

“Jadi,Apa tujuanmu kesini tuan Axcelio?” nada bicaranya terdengar bahwa ia benar - benar tidak senang akan keberadaan dirinya saat ini. “Aku ingin melihat perempuan itu” rasanya masih sulit untuk menyebut namanya. Lidahku benar - bener kelu dan tidak bisa memanggil nama tersebut.

“Oh,aku kira kau tidak peduli lagi terhadap Aletha bahkan sepertinya kau sangat muak”  ucapnya menatapku sinis. “Bahkan memanggil namanya saja kau tidak mau.” lanjutnya. “Sebegitu bencinya kau kepada Aletha tapi kau tak akan bisa memungkiri bahwa rasa itu masih ada Axcelio”  ucapnya menatap ke arahku dengan pandangan remehnya.

Tubuhku seketika kaku dan menampik bahwa semua perkataanya salah.Aku merasa sangat yakin bahwa ini hanya rasa peduliku bahwa ia perdah menjadi yang berhaga di dalam hidupku.


————————————-

  • 29 Desember 2015 -

Terdengar alunan musik pada musim dingin tahin ini di New York menurutnya lagu ini cocok untuk orang - orang yang sedang menikmati secangkir kopinya dan melihat ke arah jalanan New York yang di tutup salju.Orang - orang sibs bercengkrama dengan kerabat atau dengan sahabat sambil meneguk kopi mereka.

Aku kembali meneguk kopi dengan asap yang masih mengepul dari gelasnya menandakan bahwa kopi tersebuh masih panas dan Lagu Coldplay yang berjudul Yellow masih setia untuk menemaniku di kafe yang akhir - akhir ini seringku kunjungi.

“Do you know”
“You know i love you so”
“You know i love you so”

Ah.. Lagu ini membuat ia mengingat Axcel. ia mencobak untuk menebak apa yang sedan di lakukan oleh laki - laki itu sekarang? Apakah ia senang memikirkan Aletha juga? Oh! Ayolah Aletha mana mungkin seorang Axcelio memikirkan gadis sepertimu? -batin Aletha berteriak.

Yang ada di fikiran Axcelio hanya seorang Elena! - batinnya kembali mengingatkan.
Mengingat hal tersebut Aletha meringis dan tersenyum kecut bahwa hal tersebut benar. Ia hanya dianggap sebagai sahabat dekat yang selalu membantu Axcel jika kesusahan. Hanya itu tugasnya.walaupun hanya dengan hal tersebut membuatnya berdekatan dengan Axcel ia pasti dengan sukarela melakukkannya.

Terdengar bunyi lonceng yang berasal dari pintu masuk kafe ini.Ia dapat meliha bahwa itu adalah Vino. Satu - satunya yang dapat mengerti Aletha dan membantu jika ia kesusahan. Sudah terhitung bahwa mungkin mereka sudah bersahabat sejak umur 5 tahun? ah entahlah rasanya itu sudah lama sekali semenjak awal pertemuan mereka.

Vino melihat sekeliling kafe dan melihat ke arah Aletha yang tersenyum hangat kepadannya sambil melambaikan tangannya ke arah Vino. Ia menggeleng melihat kelakuan gadis tersebut. Aletha selalu suka suasana kafe ini dan selalu menjadi tempat duduk favoritenya jika berkunjung kesini. Kursi yang menghadap ke arah jalanan adalah favoritnya.
“Sudah lama?” tanya Vino sambil melambaikan tangannya untuk memanggil pelayan. “Kau tau selama apapun aku akan terus menunggumu” jawab Aletha dengan nada yang jenaka.

Siapa sangka dengan mendengar perkataan Aletha tersebut membuat seorang Arvino semakin jatuh kedalam pesonanya dan akan melakukan apapun agar dapat melihat senyuman yang tercetak pada wajah gadis tersebut.Sepertinya Vino harus segera pergi ke dokter untuk mengetahui apakah jantungnya baik - baik saja jika terus berdekatan dengan Aletha.

Pada hari itu dihabiskan dengan perbincangan mereka yang tiada habisnya yang membuat hari Arvino dan Aletha terasa sempurna sampai kejadian tersebut membuatnya sirna menjadi mimpi buruk untuk mereka berdua.


————————

Aletha terbangun dengan pemandangan serba putih di sekelilingnya dan melihat tangan Arvino yang masih setia menggenggam tangannya. Entah bagaimana caranya berterima kasih kepada Arvino yang selalu membantu Aletha kapan pun dan mendampinginya jika kesusahan. 

Untuk kesekian kalinya Hanya Arvino yang peduli kepada gadis seperti dirinya yang selalu menyusahkan laki - laki itu. Gadis itu berulang kali untuk meminta laki - laki itu menjauhinya dan berhenti menolongnya. 

“Cuma gue yang ada buat lo tha mangan minta gue untuk berhenti karna ini keinginan gue buat selalu ada buat lo”  mengingat hal itu membuat wajah Aletha brush sendu mentap ke arah Vino yang terlihat lelah menjaganya seharian.

“Udah bangun tha?” tanya vino dengan wajah dengan wajah khas bangun tidurnya. Aletha hanya mengangguk sebagai jawaban. “Lo kenapa tha kok sendu gitu?” tanya Vino dengan wajah khawatirnya. “Lo ga papa kan tha?” Vino menanyakan hal yang sama kepada Aletha. 

“Makasih no” ucap Aletha dengan suara seraknya. Tanpa ia sadari air matança turun membasahi pipi Aletha dengan cepat Vino menghapus air mata tersebut menggunakan ibu jarinya dan memeluk Aletha untuk menenangkan gadis tersebut. Melihat kejadian tersebut Axcel hanya tersenyum kecut dan beranjak menjauhi tempat tersebut.



Komentar